Minggu, 15 Februari 2015

Arsitektur dan Lingkungan

                        PENGERTIAN ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN



Pengertian Arsitektur

        Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaituperencanaan kota, perencanaan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain parabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.


Pengertian Lingkungan

      Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

     Bagi sebagian besar orang, waktu mereka dihabiskan untuk terlibat dalam organisasi baik formal maupun informal. Sejak kita memasuki masa sekolah hingga hidup bermasyarakat, tentunya banyak sekali kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, seperti kelompok paduan suara, tim olahraga, kelosmpok musik atau drama, organisasi keagamaan di lingkungan tempat tinggal, atau juga bisnis.
 
     Organisasi formal merupakan sistem tugas, hubungan, wewenang, tanggung jawab, dan pertanggung jawaban yang dirancang oleh manajemen agar pekerjaan dapat dilakukan. Sedangkan organisasi informal adalah suatu hubungan jaringan pribadi dan sosial yang mungkin tidak dilakukan atas dasar hubungan wewenang formal. Organisasi informal dapat terbentuk di dalam perusahaan karena adanya interaksi antar karyawan, contohnya kelompok arisan pada suatu kantor. Organisasi informal muncul karena adanya kebutuhan pribadi dan kelompok dalam suatu organisasi. 

     Organisasi formal merupakan sistem tugas, hubungan, wewenang, tanggung jawab, dan pertanggung jawaban yang dirancang oleh manajemen agar pekerjaan dapat dilakukan. Sedangkan organisasi informal adalah suatu hubungan jaringan pribadi dan sosial yang mungkin tidak dilakukan atas dasar hubungan wewenang formal. Organisasi informal dapat terbentuk di dalam perusahaan karena adanya interaksi antar karyawan, contohnya kelompok arisan pada suatu kantor. Organisasi informal muncul karena adanya kebutuhan pribadi dan kelompok dalam suatu organisasi.

PENGARUH ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN
Seorang arsitek, adalah seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau ahli lingkungan binaan.
          Istilah arsitek seringkali diartikan secara sempit sebagai seorang perancang bangunan, adalah orang yang terlibat dalam perencanaan, merancang, dan mengawasi konstruksi bangunan, yang perannya untuk memandu keputusan yang mempengaruhi aspek bangunan tersebut dalam sisi astetika, budaya, atau masalah sosial. Definisi tersebut kuranglah tepat karena lingkup pekerjaan seorang arsitek sangat luas, mulai dari lingkup interior ruangan, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional. Karenanya, lebih tepat mendefinisikan arsitek sebagai seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau lingkungan binaan.
Arti lebih umum lagi, arsitek adalah sebuah perancang skema atau rencana.
"Arsitek" berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master pembangun), arkhi (ketua) +tekton (pembangun, tukang kayu).

   Dalam penerapan profesi, arsitek berperan sebagai pendamping, atau wakil dari pemberi tugas (pemilik bangunan). Arsitek harus mengawasi agar pelaksanaan di lapangan/proyek sesuai dengan bestek dan perjanjian yang telah dibuat. Dalam proyek yang besar, arsitek berperan sebagai direksi, dan memiliki hak untuk mengontrol pekerjaan yang dilakukan kontraktor. Bilamana terjadi penyimpangan di lapangan, arsitek berhak menghentikan, memerintahkan perbaikan atau membongkar bagian yang tidak memenuhi persyaratan yang disepakati.
Namun dalam penerapan pekerjaan arsitektur jarang yang memperhatikan dampak lingkungan binaan sekitar

Pengaruh posotif pekerjaan arsitek terhadap lingkungan
  1. Memperhatikan hubungan antara ekologi dan arsitektur, yaitu hubungan antara massa bangunan dengan makhluk hidup yang ada disekitar lingkungannya, tak hanya manusia tetapi juga flora dan faunanya. Arsitektur sebagai sebuah benda yang dibuat oleh manusia harus mampu menunjang kehidupan dalam lingkugannya sehingga memberikan timbal balik yang menguntungkan untuk kedua pihak. Pendekatan ekologis dilakukan untuk menghemat dan mengurangi dampak  – dampak negatif yang ditimbulkan dari terciptanya sebuah massa bangunan, akan tetapi dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Contoh terapannya yaitu, munculnya trend green design.
  2. Memberikan dampak pada estetika bangunan
  3. Dapat memberikan pemecahan masalah pada tata letak bangunan atau kota.
  4. Memperhatikan kondisi lahan yang akan dibangun. Sebagai contoh bila bangunan akan didirikan pada lahan yang memiliki kemiringam, maka dengan pendekatan ekologis bisa dicarikan solusinya seperti memperkuat pondasi, atau menggabungkan unsur alam pada lingkungan dengan bangunan yang ada sehingga semakin estetis bangunan yang tercipta.

 PENGELOLAAN AIR

   Dalam perencanaan sebuah bangunan, seorang arsitek selalu dihadapkan pada masalah pengolahan air. Air hujan adalah salah satu yang perlu manajemen yang baik supaya tidak mengganggu kenyamanan hidup kita. Air hujan jamaknya dialirkan melalui saluran-saluran (vertikal maupun horizontal) yang ada di dalam lahan sebelum diteruskan ke sistem drainase kota. Pengaliran dengan mengandalkan sistem drainae kota ini terbukti sudah tidak efektif dalam mengelola air hujan.

   Banjir besar di Jakarta tahun 2002 dan 2007 adalah bukti betapa lemahnya sistem drainase kota menghadapi air hujan. Terlepas dari tingginya curah hujan, sistem drainae kebanyakan kota di Indonesia memang sudah tidak memadai karena semrawutnya tata ruang. Selain itu, kebiasaan hidup masyarakat membuang sampah ke sungai dan tinggal di bantaran kali juga menyebabkan kurang berartinya sistem drainase dalam menghadapi limpahan air hujan.


  Salah satu alternatif pengolahan air hujan adalah menggunakan lubang resapan biopori ditemukan oleh Ir. Kamir R. Brata, Msc, seorang Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB). Resapan biopori meningkatkan daya resapan air hujan dengan memanfaatkan peran aktifitas fauna tanah dan akar tanaman.Lubang resapan biopori adalah lubang silindris berdiameter 10-30 cm yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman sekitar 100 cm. Dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, lubang biopori dibuat tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.



  Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktifitas fauna tanah atau akar tanaman. Kehadiran terowongan/lubang-lubang biopori kecil tersebut secara langsung akan menambah bidang resapan air. Sebagai contoh, bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dengan kedalaman 100 cm, maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm² atau hampir 1/3 m².

   Sementara, suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm² setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm². Lubang biopori disebar dalam jarak tertentu sesuai dengan luas lahan yang hendak dicover. Selain itu, biopori juga bisa diterapkan diselokan yang seluruhnya tertutup semen. Dibutuhkan dua sampai tiga kilogram sampah lapuk untuk sebuah lubang biopori.

   Agar orang yang menginjaknya tidak terperosok, lubang ditutup dengan kawat jaring. Selain memperbesar bidang resapan melalui aktivitas organisme tanah, lubang resapan biopori juga memiliki dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik didalamnya.

   Sampah inilah yang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatan melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos. Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori akan berfungsi sekaligus sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman. Sampai saat ini belum ditemukan apa yang menjadi kelemahan lubang biopori. Sampah organik yang ada pada lubang biopori dirasa tidak akan mengganggu karena cepat diuraikan.

   Sampah akan sulit diuraikan jika lubang resapan terlalu besar dan tidak disebar. Karena itu sampah harus disebarkan, jangan hanya berada disatu tempat. Hasilnya itu juga bisa dijadikan kompos. Memakai lubang resapan biopori adalah tampaknya merupakan langkah yang bijak dalam merencanakan sebuah lingkungan binaan. Arsitek sebagai perencana seyogyanya tidak hanya memikirkan kepentingan bangunan yang dirancangannya, tetapi juga memikirkan bagaimana rancangannya itu dapat mandiri dan tidak menambah beban sistem drainase kota.






ECO ROOF

   Di kawasan kota yang telanjur padat, memperoleh lahan terbuka bukanlah soal mudah. DKI Jakarta dengan lahan seluas 66.126 hektar dan ruang hijau 9 persen atau 5.951 hektar, perlu membebaskan sekitar 13.000 hektar lahan bila ingin memenuhi patokan lazim 30 persen lahan terbuka hijau. Jepang juga menghadapi persoalan sama. Sejak abad ke-17, sifat land hungry (lapar lahan) dalam praktik mengonsumsi lahan perkotaan telah menyebabkan tampilan kota di Jepang tak jauh berbeda dari kota besar Asia lainnya.

   Karena lahan perkotaan telah telanjur disesaki bangunan, maka sasaran perolehan sel-sel hijau daun beralih pada hamparan atap datar gedung-gedung yang justru lebih banyak dibanjiri cahaya matahari. Sebenarnya gerakan atap hijau telah muncul di Jepang sejak awal abad ke-20 melalui konsep eco-roof, tetapi sifat pengembangannya masih ekstensif.





    Atap hijau jenis ini ditandai struktur atap beton konvensional dengan biaya dan perawatan taman relatif murah karena penghijauan atap hanya mengandalkan tanaman perdu dengan lapisan tanah tipis. Ketika Jepang semakin ketat menjaga lingkungan melalui pemberlakuan berbagai tolok ukur bangunan ramah lingkungan, para perancang mulai berpacu mencari solusi cerdas dalam memanfaatkan bidang datar atap bangunan.

    Salah satunya adalah intensifikasi taman atap, atau upaya memadukan sistem bangunan dengan sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan taman melayang (sky garden). Berbeda dengan atap hijau ekstensif yang hanya menghasilkan taman pasif, atap hijau intensif dapat berperan sebagai taman aktif sebagaimana taman di darat.

    Dengan lapisan tanah mencapai kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan ekosistem. Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi, bukan berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat mengejar keuntungan ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang menerapkan konsep atap hijau intensif. Salah satu di antaranya adalah Namba Park, sebuah mal gaya hidup di pusat kota Osaka.

    Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop lokal. Perannya sebagai "batu loncatan" menjembatani bangunan dengan habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya.